Kamis, 22 Oktober 2015

Sejarah Gereja: Charlemagne (Karolus Agung - Carolus Magnus)

 Charlemagne (Karolus Agung -  Carolus Magnus)
(Fr. Poliaman Purba, S.Fil.)

  1. Riwayat Singkat
            Charlemagne (Inggris: Charles the Great, Belanda: Karel de Grote, Jerman: Karl der Grosse, Latin: Carolus Magnus) lahir pada tanggal 2 April tahun 742 di dekat kota Aachen, Eropa bagian Utara.  Charlemagne adalah anak yang tertua dari ibunya yang bernama Bertrade dan ayahnya yang bernama Pepin si Cebol (“Pepin the Short”). Saudaranya yang lebih muda bernama Carloman. Kakeknya bernama Charles Martel, seorang pemuka bangsa Franks, yang pada tahun 732 berhasil memenangkan percobaan kaum Muslim yang berusaha menaklukkan Perancis dalam pertemuran di Tours.
            Hanya sedikit yang diketahui mengenai masa muda Charlemagne. Para sejarawan yakin bahwa Bertrade memberi pengajaran-pengajaran kepada Charles muda. Charles muda belajar membaca bahasa Latin di sekolah biara tetapi dia tidak pernah (bisa) menulis. Selain itu, Charles muda juga menerima pengajaran agama/rohani dari ibunya, Bertrade, dan Abbot Fulrad, seorang teman karib dan orang kepercayaan ayahnya Raja Pepin III. Kelak nanti devosinya kepada Gereja menjadi suatu gerakan yang kuat dan luar biasa dalam hidupnya dan karya-karyanya.
            Eginhard, sekretarisnya, melukiskan Charlemagne sebagai seorang dengan wajah yang ceria dan ramah. Pembawaannya elegan dan tegas. Charlemagne memiliki postur tubuh yang tinggi (sekitar 2 meter lebih) dan berotot dan berambut pirang. Karakter Charlemagne cukup kontradiktif. Pada zaman ketika hukuman atas penaklukan/kekalahan adalah kematian, Charlemagne beberapa kali menyelamatkan nyawa musuh-musuh taklukannya. Namun pada tahun 782 di Verden, saat terjadinya pemberontakan orang-orang Saxon, dia memerintahkan agar memenggal kepala orang-orang Saxon sekitar 4.500 orang. Dia juga memaksa kaum klerus dan bangsawan untuk memperbaiki cara hidup mereka, tetapi di sisi lain dia menceraikan dua dari empat isterinya tanpa alasan. Dia memaksa raja-raja dan para pangeran untuk berlutut di depan kakinya[1].
           
  1. Charlemagne sebagai Raja Franks
            Tahun 751 Pepin dinyatakan sebagai raja bangsa Franks, sehingga mengakhiri kelemahan dinasti Merovingran, mendirikan dinasti baru yang kini disebut Carolingian, sesudah Charlemagne. Tahun 768 Pepin meninggal dunia dan kerajaan bangsa Franks diwariskan kepada kedua puteranya, Charlemagne dan Carloman. Pada umur 26 tahun Charlemagne dengan saudaranya Carloman mewarisi kerajaan Franks. Tetapi pada tahun 771 Carloman mendadak meninggal sehingga pada umur 29 tahun Charlemagne menjadi raja tunggal di kerajaan Franks yang telah menjadi kerajaan terkuat di Eropa.
            Hal yang cukup penting dalam sejarah adalah penaklukan Charlemagne atas Saxony, suatu daerah luas di sebelah utara Jerman. Ini diperlukan tidak kurang dari 18 kali pertempuran; yang pertama tahun 772 dan yang terakhir tahun 804. Faktor-faktor agama sudah barang tentu menjadi penyebab mengapa perang melawan bangsa Saxon begitu ketat dan berdarah. Orang-orang Saxon itu pagan - tak beragama. Charlemagne memaksa mereka memeluk agama Kristen. ”Setiap warga Saxon yang tidak dibabtis dan mencoba untuk menyembunyikan fakta itu dari saudara-saudaranya dan menolak untuk dibabtis harus dihukum mati”[2], demikian peraturan Charlemagne bagi bangsa Saxon. Mereka yang menolak dibabtis atau belakangan balik lagi murtad jadi pagan dijatuhi hukuman mati. Menurut taksiran, tak kurang dari seperempat penduduk Saxon terbunuh dalam proses penaklukan agama secara paksa ini.
            Charlemagne juga melakukan serbuan ke bagian selatan Jerman dan barat daya Perancis, untuk mengukuhkan pengawasannya atas daerah-daerah itu. Untuk mengamankan perbatasan timur kerajaannya, Charlemagne melakukan serentetan penyerbuan terhadap bangsa Avar[3]. Sesudah itu Charlemagne membabat habis seluruh kekuatan Angkatan Bersenjata Avar. Kendati daerah-daerah sebelah timur Saxony dan Bavaria tidak diduduki bangsa Franks, negeri-negeri lain yang mengakui kekuasaan Franks membentang luas mulai Jerman hingga Croatia.
            Charlemagne juga mencoba mengamankan daerahnya di perbatasan bagian selatan. Tahun 778 dia pimpin penyerbuan ke Spanyol. Penyerbuan ini tidak berhasil, tetapi Charlemagne bisa juga mendirikan daerah kekuasaan di Spanyol bagian utara, terkenal dengan sebutan "Spanish March" yang mengakui kedaulatan kekuasaan Charlemagne[4].
            Bangsa Franks melakukan lima puluh empat kali pertempuran dalam jangka waktu empat puluh lima tahun selama pemerintahannya. Sebagai hasil begitu banyak peperangan yang membawa kemenangan, Charlemagne berhasil menyatukan hampir seluruh Eropa Barat di bawah kekuasaannya. Pada puncak kejayaannya, kerajaannya terdiri dari sebagian besar Perancis sekarang, Jerman, Swis, Austria, Negeri Belanda, tambah sebagian besar Italia dan banyak lagi daerah-daerah perbatasan. Sejak jatuhnya Kekaisaran Romawi, tak ada satu negara pun yang punya daerah kekuasaan seluas itu.

  1. Sacrum Imperium Romanum
            Tahun 799 Charlemagne menerima berita bahwa suasana buruk telah timbul lagi di Roma. Paus Leo III, yang menggantikan Paus Adrianus I, telah diserang oleh orang-orang sewaktu mengadakan perarakan pada hari St. Markus. Mereka menolak Paus dari kudanya, menindisnya lalu mencoba mengeluarkan lidah dan matanya. Tidak berhasil. Mereka lalu menyeretnya ke sebuah gereja, lalu memukulnya dan melepaskannya berbaring di depan altar. Sangkanya ia telah wafat. Paus sadar kembali dan dengan bantuan pangeran Spoleto ia lari ke luar kota dan melaporkan kesemuanya itu kepada Charlemagne, yang berada di Paderborn. Charlemagne menerimanya dengan kehormatan besar lalu mengembalikannya ke Roma. Semua mereka yang telah mengadakan pencobaan pembunuhan itu ditangkap dan dipenjarakan[5].
            Puncak paling tinggi atau paling tidak yang paling termasyur dari pemerintahan Charlemagne terjadi di Roma pada hari Natal tahun 800. Di Gereja St. Petrus Roma, dari altar Paus Leo III mengenakan mahkota emas di atas kepala Charlemagne. Sementara itu jemaat yang berjejal tanpa henti-hentinya melantunkan aklamasi ritual. Hadirin yang ada di gereja serentak berseru, ”To Charles the August, crowned by God, great and pasific emperor, long life and victory!”[6]. Pada hari itu, Paus mengumumkan bahwa dia adalah Kaisar Romawi. Ini berarti Kekaisanan Romawi Barat yang sudah hancur tiga abad sebelumnya bangkit kembali dan Charlemagne merupakan pengganti Augustus Cesar yang sah.
            Pemahkotaan Charlemagne terjadi atas karya pimpinan tertinggi Gereja. Peristiwa ini dipandang sebagai fusi antara unsur-unsur Frankhi dan Romawi, di bawah pengaruh Gereja, yang memiliki peranan menentukan dalam genesis peradaban Abad Pertengahan. Secara politis gelar baru Charlemagne (kaisar) menumbuhkan harga diri. Kaisar adalah pelanjut dan pembangkit kekaisaran Roma. Berkat peristiwa tahun 800 itu lahirlah Sacrum Romanum Imperium (Kekaisaran Romawi Suci) dan terjadilah hubungan erat antara masyarakat keagamaan dan sipil[7].
            Kaisar dan Paus sama-sama memerintah, akan tetapi dalam  bidangnya masing-masing. Kaisar adalah penasihat Gereja; ia diharuskan melindungi Gereja dalam waktu kesusahan melawan musuh duniawi. Paus berhak meletakkan mahkota kaisar atas kepala kaisar. Tetapi baik paus maupun kaisar adalah manusia biasa dan bukan malaikat; sering timbul pertentangan pendapat dan kaisar itu merasa dirinya kuat dan berpengaruh hendak menguasai Gereja juga[8]. Dan dalam prakteknya, paus dikurung dalam “sakristi”. Tugas utamanya adalah melayani pelbagai jenis peribadatan dan kultus. Hal-hal lainnya (yang tidak berhubungan dengan ibadat dan kultus) menjadi wewenang kaisar. Charlemagne cukup sering melakukan intervensi dalam masalah gerejawi[9]. Charlemagne semata-mata berikhtiar membela kepentingan-kepentingan agama. Sebab ia menyadari bahwa ia dilantik oleh Allah untuk melaksanakan misi tersebut.

  1. Menghidupkan Kembali Pendidikan dan Seni
            Charlemagne adalah seorang pembaharu yang tak kenal lelah. Dia berusaha memperbaiki kualitas warganya dengan berbagai macam cara. Dia menetapkan (membuat) mata uang untuk mengembangkan perdagangan, mencoba membangun sebuah terusan Rhino-Danube, dan mengembangkan metode-metode pertanian yang lebih baik. Dia terutama berusaha mengembangkan pendidikan dan menyebarkan Kristianitas kepada seluruh kalangan masyarakat[10].
            Charlemagne cukup menekankan pengembangan yang lebih baik di bidang pendidikan. Ia gemar akan pengetahuan. Ia sendiri pandai berbicara Latin serta pandai mempergunakan bahasa Yunani. Ia juga memberi perhatian untuk ilmu-ilmu perbintangan dan teologi. Pujaannya ialah St. Agustinus yang telah menghasilkan De Civitate Dei, yang biasanya dibacakan apabila ia bersantap. Di sekelilingnya berkumpul para ahli (sarjana); mereka bertindak sebagai penasihatnya dan dikirim ke segala wilayahnya sebagai komisaris (Misi Dominici)[11].
            Agar memberikan kemungkinan kepada rakyat jelata untuk turut mengecap pendidikan itu, Charlemagne mendirikan tiga macam sekolah:
  1. Sekolah desa: dijaga oleh pastor paroki untuk pelajaran sekolah rendah. Dikisahkan pada suatu waktu, Charlemagne melihat seorang anak miskin yang belajar keras dan seorang anak bangsawan yang lamban. Dia menjanjikan hadiah yang besar kepada anak yang sungguh-sungguh belajar itu, sementara kepada  anak bangsawan dengan tegas ia berkata bahwa dia kurang menghargai dia meskipun dia keturunan bangsawan dan tidak akan mendapat kemurahannya sedikit pun.
  2. Sekolah  musik: untuk biarawan. Charlemagne mendukung pelayanan-pelayanan gereja, khususnya biara-biara. Kepala penasihatnya, Alcuin, seorang rahib Inggris yang mengawasi kemajuan-kemajuan dalam liturgi dan musik sakral, membuat musik sehingga liturgi menjadi selaras dengan kebutuhan Roma.
  3. Sekolah biara dan katedral: di sana diajarkan tujuh macam pengetahuan yakni Trivium: ilmu berkhotbah dan semantik dan Quadrivium: ilmu pasti, ilmu bumi, ilmu perbintangan, ilmu musik dan ilmu ke-Tuhan-an.
            Penghidupan kembali ini, yang sering juga disebut “renesains Karolinger”, merupakan suatu langkah panjang ke depan. Hal ini timbul dari inisiatif kaisar. Penghidupan kembali ini khususnya bersifat agama.  Ia menghendaki bahwa kaum klerus harus mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi. Para imam harus lebih berkhotbah lebih sering dan lebih baik. Maka dari itu, Charlemagne menyarankan penyediaan-penyediaan khotbah-khotbah yang mempergunakan karya-karya Bapa-Bapa Gereja. Ia menandaskan pula bahwa khotbah itu harus diberikan dalam bahas daerah apabila masyarakat tidak mengerti bahasa Latin. Dia juga giat dalam pembaharuan disiplin biara. Untuk itu ia mendatangkan dari Monte Casino satu salinan dari peraturan Santo Benediktus, lalu disuruhnya dibuat lebih banyak salinan lagi[12].
            Charlemagne juga mengorganisir satu sekolah istana (palace school) di Aachen untuk melatih putra-putranya sediri serta putri-putri keluarganya dan pembesar-pembesar negara. Di bawah pemerintahan pendahulunya sekolah yang semacam itu juga telah ada, akan tetapi tujuan sekolah itu ialah untuk memberikan kepada putra-putranya raja dasar pendidikan militer. Charlemagne menambahkan lagi pendidikan intelektual; dan selama pimpinan Alcuin, sekolah itu merupakan pusat pendidikan guru yang mempunyai nama baik. 
  
  1. Kematian Charlemagne
            Tahun 813 Charlemagne mendatangkan anaknya Louis ke istana Aachen. Di hadapan sidang umum yang dihadiri oleh biarawan serta awam dan dengan persetujuannya, Charlemagne menyatakan dengan resmi bahwa Louis adalah penggantinya dan ahli waris dari segala wilayahnya. Tanggal 28 Januari 814 ia wafat setelah diperkuat dengan doa serta Sakramen Mahakudus. Ia dikebumikan di basilika yang didirikannya sendiri.





                [1] Compton’s: Pictured Encyclopedia and Fact Index, vol. 3 (Chicago: F.E. Compton and Company, 1961), hlm. 208-209.
                [2] Michael Collins dan Matthew A. Prince, The History of Christianity (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm. 90.
                [3] Orang Avar berdarah Asia, ada hubungannya dengan bangsa Hun, dan mereka menguasai daerah yang luas, yang kini terkenal dengan Hongaria dan Yugoslavia.
                [4] Jack Heraty, “Charlemagne”, dalam New Chatolic Encyclopedia, vol. III (Washington DC: USA Associates Inc., 1967), hlm. 497-498.
                [5] H. Embuiru, Geredja Sepandjang Masa (Ende: Nusa Indah, 1967),  hlm. 103-104.
                [6] Compton: Pictured Encyclopedia and Fact Index ... , hlm. 209.
                [7] Eddy Kristiyanto, Gagasan yang Menjadi Peristiwa: Sketsa Sejarah Gereja Abad I-XV (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 124.
                [8] H. Embuiru, Geredja ... , hlm. 104.
                [9] Eddy Kristiyanto, Gagasan yang ... , hlm. 125.
                [10] Compton: Pictured Encyclopedia and Fact Index ... , hlm. 210.
                [11] H. Embuiru, Geredja ... , hlm. 104.
                [12] H. Embuiru, Geredja ... , hlm. 105.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sejarah Gereja: Dampak Perang Padri di Tanah Batak

DAMPAK PERANG PADRI DI TANAH BATAK  (Suatu Refleksi Historis atas Perjumpaan Kristen dan Islam di Tanah Batak) Poliaman Purba S.Fil....